12 Oktober 2015 14:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS —
Pelemahan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang selama ini
sering dirujuk sebagai sertifikat legalitas kayu Indonesia, saat ini
menunjukkan pemerintah tak solid dalam meningkatkan perdagangan produk
kayu ataupun perbaikan tata kelola kehutanan. Antarkementerian
diharapkan kompak dan konsisten menerapkan sistem yang dibangun sejak
2001.
"SVLK ini punya Indonesia, bukan kementerian tertentu. Kalau hanya didukung satu kementerian, tidak cukup," kata Ian Hilman, aktivis Eyes on the Forest.
Seperti diberitakan, SVLK saat ini dilemahkan dengan rancangan Peraturan Menteri Perdagangan yang akan menghapus syarat "dokumen V-legal" dari 15 jenis barang ekspor, termasuk mebel dan furnitur. Dengan kata lain, SVLK hanya diwajibkan bagi hulu atau sumber kayu.
Dokumen V-legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu tujuan ekspor memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Zainuri Hasyim, aktivis Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, mengatakan SVLK harus diperbaiki, bukan dihapuskan atau dilemahkan. Contohnya, ia masih menjumpai sistem ini belum bisa menghilangkan praktik "pencucian kayu" dari sumber ilegal ke industri legal.
Abdullah, pemilik industri menengah permebelan di Sukoharjo, PT Sumber Mulya, mengatakan, SVLK sangat bermanfaat bagi pelaku bisnis karena meningkatkan citra dan kepercayaan pembeli luar negeri. "SVLK jangan dihapus karena momen meningkatkan citra industri kayu Indonesia," katanya.
Ia mengatakan, ketiadaan SVLK hanya akan menguntungkan para "broker" atau eksportir nonprodusen. Keberadaan mereka akan mengurangi keuntungan industri kecil.
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/10/12/Pelemahan-Sertifikat-Legalitas-Kayu%2c-Tanda-Pemerin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar